Beranda POLHUKAM Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Konsulat Wilayah Makassar , Gelar Seminar Hak...

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Konsulat Wilayah Makassar , Gelar Seminar Hak Penentuan Nasib Sendiri, Dihadiri Solidaritas Rakyat Indonesia

2187
0
Penyaji materi saat menyampaikan materi - Doc KNPB Konsulat Makassar

Nabire, tiiruu.com – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Konsulat Wilayah Makassar telah menyukseskan Seminar Nasional yang bertema “Mewujudkan Semangat Perlawanan Rakyat Untuk Hak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Barat” pada, Senin 27 Januari 2024. Hal itu disampaikan oleh Koordinator Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Konsulat Indonesia Hiskia Meage kepada, tiiruu.com, Selasa (28/1/2025).

Meage mengatakan, beradasarkan realitas kekerasan dan sejarah masa lalu buram di Tanah Papua rakyat Papua melakukan konsolidasi untuk perlawanan di Tanah Papua, tetapi juga pengalamannya bersama organisasi Perlawanan sipil kota dan Tokoh Tokoh Papua Progresif melakukan konsolidasi basis hingga di wilayah Papua hingga di Makassar.

“Konsolidasi gerakan mahasiswa di awal tahun 2000 an, pasca reformasi 1998 lebih khusus di wilayah Sulawesi Utara (Manado, Gorontalo, Tondano dan Tomohon) termasuk Makassar. Selanjutnya, pengalaman bergabung dengan AMPTPI, dan Masyarakat Minahasa Raya, Kemudian Konsolidasi Exsodus ke Papua 2008 bersama camerad Mako Tabuni, Seravin Diaz, Hubertus Mabel, Herik Logo, dan beberapa rekannya seperti Ogram Wanimbo, Fictor Kogoya, Meky Yeimo, Andy Gobay, dkk,”katanya.

Meage mengatakan, pengalamannya bersama rekan rekannya dalam membangun gerakan KNPB di Gorontalo sangat menginspirasikan mahasiswa Papua dan kawan kawan solidaritas dari rakyat Indonesia di Makassar.

“Ada banyak hal yang saya temukan bersama KNPB di tanah air saat melakukan perlawanan terhadap klonial Indonesia. Jadi saya harus mengingatkan kepada mahasiswa bahwa, Ilmu pengetahuan yang diterima dibangku kuliah adalah ilmu ilusi dan tidak normal, tetapi yang buat dirinya sempurna adalah ia mengambil sikap tegas dan berdiri bersama KNPB menjadi garda terdepan untuk rakyat dan bangsa Papua Barat,”katanya.

Meage mengatakan, ia tidak ragu dalam mengambil keputusan untuk berjuang bersama dengan Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS KNPB Ke-2).

“Saya kembali di percayakan dan diangkat oleh forum untuk memimpin Konsulat Indonesia sampai sekarang masih gencar melakukan konsolidasi untuk melakukan perlawanan demi pembebasan nasional Papua Barat,” katanya.

Sementara itu Ketua I Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (KNBP) Warpo Wetipo menjelaskan sejarah pembentukan KNPB dan Perjuangan KNPB bersama rakyat dalam situasi terkini di tanah air West Papua.

“Cikal-bakal berdirinya KNPB tidak jatuh dari pohon atau langit biru. Namun ada para pendiri yang layak menyebutkan, yakni: DAP, AMPTPI, AMP, FNMPP, SONAMAPPA dan beberapa individu progresif lainnya di tanah air. Jadi, tidak benar kalau ada oknum yang tidak bertanggungjawab yang selalu mengaku dirinya sendiri, bahwa KNPB lahir dari ide pribadi atau dirinya adalah pendiri tulen. Itu omong kosong belaka dan menipu rakyat luas,” katanya.

Wetipo mengatakan, KNPB lahir karena situasi darurat militer yang tak pernah henti sejak bangsa Papua Barat dianeksasi ke dalam pangkuan ibu Pertiwi, sejak 1 Mey 1963. Sejak itulah operasi militer secara masif dan terstruktur terjadi.

“Kita tahu bersama; bahwa ada banyak sandi-sandi operasi seperti: Operasi Trikora, operasi Mandala, operasi Wibawa, operasi, tumpas, operasi sadar, operasi ketupat, operasi senyap, operasi pepaya, operasi koteka, dan sampai kini kita masih mendengar ada operasi Cartensz, operasi Nemangkaei, operasi elang dan seterusnya, ini tandanya tanah Papua adalah zona darurat militer atau daerah DOM,” katanya.

Wetipo mengatakan, pada awal Januari Tahun 2018 terjadi penyisiran di rumah warga local, pembakaran gereja, sekolah, penembakan terhadap warga sipil oleh TNI/POLRI, dan terjadi penggungsian besar-besaran di kabupaten Nduga. Tidak hanya di ndugama, namun perang antar kedua belah pihak antara militer TPNPB-OPM vs TNI/Polri terus menyebar kemana-mana di atas tanah air West Papua.

“Perjuangan terus berlanjut seperti di Kabupaten Intan Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Maybrat, Puncak Jaya, Timika, Paniai, Dogiyai, Lanny jaya, Puncak Jaya, dan terakhir di kabupaten Yalimo dan Tambrauw di bawah pimpinan Aske Mabel dan Arnoldus Janssen Kocu,”katanya.

Wetipo mengatakan, dampak lain dari kontak tembak adalah, para pengungsi kehilangan rumah, kehilangan sanak saudara terutama lansia dan bayi yang baru lahir meninggal di hutan, ternak, kebun sebagai mata pencahariannya.

“Selain itu, PSN di Merauke, 2 jt hektar tanah adat di rampas negara, kelapa sawit di Kabupaten Arso 11 ribu lebih hektar tanah adat di jadikan lahan proyek kelapa sawit. Perusahaan kayu (ilegal logging) dan pembabatan hutan secara masif, masuknya perusahaan-2 raksasa yang terus beroperasi tanpa kompromi, oleh PT. Fi, Bloc Wabu, Bloc waren, LNJ, dan anak perusahaan lainnya yang terus meraja lelah di atas tanah Papua Barat,”katanya.

Wetipo menjelaskan tentang konflik horizontal antar para pendukung parpol yang berdampak pada perang suku. Tingginya angka kriminal di beberapa kabupaten dan kota di Papua.

“Selain itu kondisi warga Papua juga mati karena keracunan obat dan makanan, tingginya sexs bebas dan HIV/AIDS, tabrak lari, curanmor, Beredar luas dan bebas Minuman Keras, generasi muda di usia produktif terlibat aktif Cium Aibon, kekerasan terhadap anak di bawah umur dan ibu rumah tangga, penculikan dan pembunuhan misterius dll. Semuanya dibiarkan begitu saja oleh Penguasa Negara,”katanya.

Wetipo menarik kesimpulan dari diskusi tersebut adalah, orang Papua tidak punya masa depan yang baik dan cerah bersama Indonesia.

“Solusinya Segerah berikan ruang untuk bangsa Papua menentukan hak Penentuan Nasib sendiri, untuk merdeka dan mengatur diri,”katanya.

Rakyat Indonesia Berjuang Untuk Kemerdekaan Papua

Sementara itu Pimpinan Front Rakyat Indonesia untuk Pembebasan West Papua (FRI-WP) Wilayah Makassar Arul, telah menyampaikan materi terkait sejarah sesungguhnya kemerdekaan Indonesia (1949).

“Namun kepalsual sejarah Indonesia mencatat (1945 dimana Bangsa Papua Barat lebih jauh menyiapkan dirinya untuk merdeka, sebelum Indonesia deklarasi kemerdekaan,”katanya.

Arul juga mengulas sejarah panjang dimana Presiden Soekarno mengeluarkan Maklumat Trikora di Alun-alun jakarta dihadapan ribuan rakyat Indonesia, bahwa salah satu isinya adalah segrah membubarkan Negara Boneka buatan Belanda. Dan kemudian militer melakukan mobilisasi umum dibawah komando Soekarno sebagai presiden pertama merangkap panglima tertinggi.

“Dampaknya adalah infasi militer besar-besaran di wilayah irian Barat (West Papua) dan gagalkan/dikeburikan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat pada 19 Desember 1961. Konspirasi ekonomi politik Amerika, Belanda dan Indonesia dalam masa perebutan irian Barat, yang mengorbankan rakyat dan bangsa Papua Barat sebagai subjek atas status politik, ekonomi dan sosial, budaya. Itu menandakan bahwa, pertemuan hanya dilakukan oleh iblis, setan dan di saksikan oleh hantu,”katanya.

FRI-WP-Makassar Nyora mengatakan masalah di Papua Barat yang kami lihat tidak hanya genozida, ekosida dan etnozida, namun yang utama adalah keadaan colonialisme, rasialisme dan kapitalisme.

“Secara singkat, Indonesia melakukan praktek colonialisme di Papua Barat, dan situasi itu kami sebagai rakyat Indonesia melihat sangat jelas. Apa yang Indonesia mempraktekkan penjajahan di Papua Barat adalah, praktek dimana Indonesia juga mengalami penjajahan dari colonialisme Belanda,” katanya.

Nyora mengatakan, realita sangat ini bahwa rasisme sangat subur di Indonesia. Terutama praktek rasisme itu sudah menerapkan sejak awal, dimana Bangsa Papua Barat dicaplok masuk ke dalam NKRI.

“Bangsa Indonesia sebagai colonial baru terhadap bangsa Papua, dan merasa dirinya superior dan lebih manusiawi, kemudian dalam setiap keputusan-keputuasan (perjanjian) apapun terkait status Politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya dalam sejarah yang kita pelajari tidak pernah orang asli Papua di libatkan sebagai subjek, maka disitulah Rasisme itu di tanamkan sejak itu juga. Sebab Indonesia menganggap bangsa Papua, masih terbelakang, kuno, primitif, bodoh, lemah, miskin, dll,” katanya.
Nyora mengatakan, di Papua saat ini persoalan kapitalisme di Papua, secara ekonomi dikuasai oleh kapitalisme asing. Indonesia hanya menjadi anjing suruan.

“Yang sering dirasakan oleh masyarakat adat adalah konflik agraria yang menjadi masalah serius dan melahirkan konflik-konflik baru. Tanah adat sekalipun dikapitalisasi oleh kaum kapital, dan juga borjuasi local,”katanya.

Nyora mengambil kesimpulan bahwa masyarakat adat Papua telah, sedang dan akan terus mengalami pergeseran secara sistematis dan masif terutama masyarakat termarginalisasi, terprifokasi, dan hidup tergantung kepada bantuan-bantuan pemerintah diatas kekayaan alam yang berlimpah-limpah.

“Situasi tersebut menandakan bahwa negara Indonesia tidak serius membangun Papua secara Manusiawi, entah meningkatkan kapasitas dan kualitas SDM Papua maupun SDA,”katanya.

Sementara itu Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mengatakan keberadaan LBH tentunya untuk mengadvokasi dan perlindungan hukum terhadap para korban terutama kaum lemah yang membutuhkan bantuan hukum.

“Segala Issue kami dampingi, termasuk issue Papua kami ikut mendampingi, saat mahasiswa melakukan protes dalam bentuk demonstrasi damai di kota study Makassar,” katanya.

LBH adalah salah satu lembaga yang resmi dan di akui oleh otoritas pemerintah. Selama para korban (kaum lemah) yang datang mengadu, maka kami siap mendampingi, Tidak semua LBH yang di teror, intimidasi, dan mendapat tekanan dari militer.

Kami pernah di interogasi oleh aparat keamanan Indonesia, bahwa kenapa kalian mengadvokasi issue Papua dan lain sebagainya. Namun bagi LBH, dalam mengadvokasi kaum lemah, kaum tertindas/terjajah perlu di lindungi hak-hak fundamentalnya.

Selama kebenaran sejati, Nilai kemanusiaan dan Keadilan terlihat jelas dan jernih, maka LBH Indonesia ada di situ untuk umum, walaupun tidak semua pekerja HAM (pemimpin dan kader) LBH di Nusantara ini berpikir kritis.

Dalam seminar tersebut dihadiri oleh para Pelajar, Mahasiswa, Pemuda, Delegasi dari Wilayah Manado, Gorontalo, Tomohon, Perwakilan Kelompok Cipayung, Aktivis HAM atau LBH Makassar, Aktivis Prodem, FRI-WP, KNPB, AMPTPI dan AMP serta para tamu undangan lainnya.

Reporter : Hengky Yeimo
Editor : –